The Passing of a Spiritual Warrior: Pdt Amin Tjung
Minggu 22 Juli 2007
Hidup ini sungguh sangat sementara. Bagaikan rumput di ladang yang bisa layu seketika. Ada sesuatu yang bisa kita pegang yang membuat kita tidak akan mati?
Hari ini ketika mendengarkan berita kematian pdt Amin Tjung, saya sangat kaget. Penyakit kanker telah merenggut nyawanya, dan dia telah kembali bersama dengan Bapa di Surga.
Pada awal pelayanan GRII di SG, ketika itu masih dinamakan MRII, saya lumayan aktif di sana. Saya mengenal pak Amin secara pribadi. Saya mengetahui bahwa beliau sempat mengidap kanker limpa, sempat mendoakan beliau, dan sempat bersukacita mendengar berita kesembuhan beliau. Akan tetapi siapa mengira, penyakit kanker memang tidak pernah benar-benar sembuh, dan kedatangannya yang kedua kali akhirnya merenggut nyawa hamba Tuhan yang setia ini.
Bersama dengan berapa teman, saya menghadiri kebaktian penghiburan di Mt Vernon Funeral Parlor. Ketika saya melihat wajahnya yang tenang terbaring, saya meneteskan air mata seketika. Tanda-tanda penyakit yang merenggut nyawanya begitu kelihatan, dan kesakitan yang dia alami pasti luar biasa. Bagaimana dia bisa melalui semua penderitaan itu, hanya Tuhanlah yang tahu dan Tuhanlah yang menguatkan dia.
Itulah ayat yang dipilih oleh pak Amin untuk ibadah penghiburan, bersama dengan lagu-lagu pujian lainnya. Kiranya Tuhan menyertai keluarga pak Amin yang ditinggalkan.
Hari ini sungguh hari yang cape, secara fisik, dan secara emosional. Pak Amin yang masih ingat nama saya ketika bertemu di jalan, sudah tiada. Sudah terlambatkah aku bersedih untuknya? Tidak. Ini merupakan pelajaran bagiku: Sudahkah aku menghargai keluargaku dan teman-temanku yang masih ada? Jangan kiranya ada penyesalan bila ada seorang yang meninggalkan dunia ini esok.
Hidup ini sungguh sangat sementara. Bagaikan rumput di ladang yang bisa layu seketika. Ada sesuatu yang bisa kita pegang yang membuat kita tidak akan mati?
Hari ini ketika mendengarkan berita kematian pdt Amin Tjung, saya sangat kaget. Penyakit kanker telah merenggut nyawanya, dan dia telah kembali bersama dengan Bapa di Surga.
Pada awal pelayanan GRII di SG, ketika itu masih dinamakan MRII, saya lumayan aktif di sana. Saya mengenal pak Amin secara pribadi. Saya mengetahui bahwa beliau sempat mengidap kanker limpa, sempat mendoakan beliau, dan sempat bersukacita mendengar berita kesembuhan beliau. Akan tetapi siapa mengira, penyakit kanker memang tidak pernah benar-benar sembuh, dan kedatangannya yang kedua kali akhirnya merenggut nyawa hamba Tuhan yang setia ini.
Bersama dengan berapa teman, saya menghadiri kebaktian penghiburan di Mt Vernon Funeral Parlor. Ketika saya melihat wajahnya yang tenang terbaring, saya meneteskan air mata seketika. Tanda-tanda penyakit yang merenggut nyawanya begitu kelihatan, dan kesakitan yang dia alami pasti luar biasa. Bagaimana dia bisa melalui semua penderitaan itu, hanya Tuhanlah yang tahu dan Tuhanlah yang menguatkan dia.
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna;
kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Lukas 17:10b
kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Lukas 17:10b
Itulah ayat yang dipilih oleh pak Amin untuk ibadah penghiburan, bersama dengan lagu-lagu pujian lainnya. Kiranya Tuhan menyertai keluarga pak Amin yang ditinggalkan.
Hari ini sungguh hari yang cape, secara fisik, dan secara emosional. Pak Amin yang masih ingat nama saya ketika bertemu di jalan, sudah tiada. Sudah terlambatkah aku bersedih untuknya? Tidak. Ini merupakan pelajaran bagiku: Sudahkah aku menghargai keluargaku dan teman-temanku yang masih ada? Jangan kiranya ada penyesalan bila ada seorang yang meninggalkan dunia ini esok.
Labels: Kingdom Facts, Wonderful Life
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home