Lord, I killed a snail.... indirectly
Ada banyak sekali dosa yang kita lakukan ketika kita berpikir, atau berbuat sesuatu. Dosa-dosa tersebut adalah suatu 'hasil' dari perbuatan kita. Tetapi dosa tidak hanya berhenti pada apa yang kita lakukan saja. Dosa juga bisa terjadi, ketika tidak atau lalai melakukan apa yang baik dan benar.
Hal ini terjadi berapa minggu yang lalu ketika saya sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi kebaktian penghiburan. Cuaca sedang gerimisan dan hatiku juga sedang sedih membayangkan pendeknya hidup seseorang.
Dalam keadaan cuaca seperti itu biasanya suka ada siput yang berkeliaran di tengah jalanan. Saat-saat seperti itu dipakai mereka untuk mencari pasangan, tetapi tentu saja kita tahu, jalanan itu bukan tempat yang 'tepat' untuk kawin. Oleh karena itu, di sana sini banyak keliatan siput-siput yang mati karena terinjak orang.
Di depan saya ada seekor siput yang belum mati, tetapi terbalik karena tertendang oleh pejalan kaki. Biasanya saya selalu berusaha untuk menendang (dengan lembut) siput2 di tengah jalan agar selamat di daerah rerumputan. Tetapi kali ini, karena saya lagi sedih, saya tidak melakukannya. Dan saya melangkah pergi.
Sambil melangkah, saya sadar bahwa siput itu bisa diinjak kapan saja. Kenapa saya tidak menolongnya? Apakah siput itu harus jadi korban, hanya karena saat itu saya sedang sedih? Memang bukan tanggung jawab saya menjadi 'penyelamat siput' tetapi apakah saya akan senang kalau dia mati? Haruskah saya berbalik dan 'menyelamatkan' dia sekarang?
Di saat saya masih sedang berpikir dan bergumul, sekitar 4-5 langkah di depan siput itu, saya mendengar suara 'crunch' di belakang saya. Dan tidak salah lagi, siput terbalik yang tidak bisa bergerak, tidak berdaya itu, sudah menjadi korban pijakan kaki seorang bule.
Hatiku serasa pecah seketika bersamaan dengan suara 'crunch' tersebut. Si bule mengatakan kepada temannya, "I have killed it". Dalam hati aku berkata, "no you didn't, I am the one who have killed it". Siput itu mati, sebagai akibat 'action' dari orang bule itu, tetapi sayalah yang merasa bersalah karena saya tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan ia.
Setelah saya refleksikan, di dalam hidup ini, mungkin ada banyak hal yang terjadi seperti demikian. Mungkin tidak sampai menyangkut perkara hidup dan mati tetapi pasti ada. Adakah teman-teman yang kita kenal yang memerlukan bantuan? Apakah kita selalu membiarkan momen-momen tersebut lewat begitu saja?
Dalam skala lebih besar, saya membayangkan begitu banyak negara/suku yang belum terjangkau. Kita mendengarkan seruan minta tolong dari mereka, tetapi sudahkah kita memberikan pertolongan pada mereka, selain daripada doa saja? Ataukah kehidupan doa kita cuma suatu rutinitas saja bagi mereka, tanpa ada usaha tindakan konkrit bagi mereka?
Jika iya... maka tidak ada salahnya lagi bagi kita untuk menghadap ke Tuhan dan memohon pengampunan dariNya, serta meminta agar diberikan suatu hati yang sensitif, untuk mengetahui kebutuhan dunia dan orang-orang di sekitar kita.
Hal ini terjadi berapa minggu yang lalu ketika saya sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi kebaktian penghiburan. Cuaca sedang gerimisan dan hatiku juga sedang sedih membayangkan pendeknya hidup seseorang.
Dalam keadaan cuaca seperti itu biasanya suka ada siput yang berkeliaran di tengah jalanan. Saat-saat seperti itu dipakai mereka untuk mencari pasangan, tetapi tentu saja kita tahu, jalanan itu bukan tempat yang 'tepat' untuk kawin. Oleh karena itu, di sana sini banyak keliatan siput-siput yang mati karena terinjak orang.
Di depan saya ada seekor siput yang belum mati, tetapi terbalik karena tertendang oleh pejalan kaki. Biasanya saya selalu berusaha untuk menendang (dengan lembut) siput2 di tengah jalan agar selamat di daerah rerumputan. Tetapi kali ini, karena saya lagi sedih, saya tidak melakukannya. Dan saya melangkah pergi.
Sambil melangkah, saya sadar bahwa siput itu bisa diinjak kapan saja. Kenapa saya tidak menolongnya? Apakah siput itu harus jadi korban, hanya karena saat itu saya sedang sedih? Memang bukan tanggung jawab saya menjadi 'penyelamat siput' tetapi apakah saya akan senang kalau dia mati? Haruskah saya berbalik dan 'menyelamatkan' dia sekarang?
Di saat saya masih sedang berpikir dan bergumul, sekitar 4-5 langkah di depan siput itu, saya mendengar suara 'crunch' di belakang saya. Dan tidak salah lagi, siput terbalik yang tidak bisa bergerak, tidak berdaya itu, sudah menjadi korban pijakan kaki seorang bule.
Hatiku serasa pecah seketika bersamaan dengan suara 'crunch' tersebut. Si bule mengatakan kepada temannya, "I have killed it". Dalam hati aku berkata, "no you didn't, I am the one who have killed it". Siput itu mati, sebagai akibat 'action' dari orang bule itu, tetapi sayalah yang merasa bersalah karena saya tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan ia.
Setelah saya refleksikan, di dalam hidup ini, mungkin ada banyak hal yang terjadi seperti demikian. Mungkin tidak sampai menyangkut perkara hidup dan mati tetapi pasti ada. Adakah teman-teman yang kita kenal yang memerlukan bantuan? Apakah kita selalu membiarkan momen-momen tersebut lewat begitu saja?
Dalam skala lebih besar, saya membayangkan begitu banyak negara/suku yang belum terjangkau. Kita mendengarkan seruan minta tolong dari mereka, tetapi sudahkah kita memberikan pertolongan pada mereka, selain daripada doa saja? Ataukah kehidupan doa kita cuma suatu rutinitas saja bagi mereka, tanpa ada usaha tindakan konkrit bagi mereka?
Jika iya... maka tidak ada salahnya lagi bagi kita untuk menghadap ke Tuhan dan memohon pengampunan dariNya, serta meminta agar diberikan suatu hati yang sensitif, untuk mengetahui kebutuhan dunia dan orang-orang di sekitar kita.
Labels: Daily Trivia
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home