Warmth of the Sun
Setiap pagi selalu berjalan seperti biasa. Sudah menjadi rutinitas: mandi, gosok gigi, ganti pakaian, berangkat ke kantor. Saya biasanya ga sarapan di rumah.
Dalam perjalanan menuju ke MRT, kehangatan sinar matahari pagi (atau siang) menyentuh tubuh saya. Hangatnya seakan mengusir segala sesuatu yang 'beku' di dalam hati, dan juga di otak. Sekejap saya berpikir, kapan terakhir kali kita bersyukur atas adanya matahari ? Sudahkah kita melupakan kehangatan ia, karena kita menerimanya setiap hari, tanpa perlu adanya 'harga' yang harus kita bayar?
Seketika saya terhentak. Bukankah kasih Kristus juga demikian? Ketika kita pertama kali menerima Kristus, bagaikan tanaman yang kuning (tidak pernah mendapat sinar matahari), kering, yang tiba-tiba disegarkan kembali, yang tiba-tiba mendapatkan 'hidup' yang baru. Kita senang, bersukacita dan bertumbuh. Tetapi dalam masa pertumbuhan kita, karena kesetiaan Tuhan yang terus-menerus bersinar bagaikan matahari, kita malah melupakan keberadaan KasihNya yang demikian besar.
Kasih Tuhan itu bukan Kasih yang murahan. Sama seperti matahari memerlukan bahan bakar agar bisa mengirimkan panas ke bumi, Kasih Tuhan memerlukan pengorbanan AnakNya yang tunggal. Matahari bisa habis terbakar, tetapi Kasih Tuhan tidak berkesudahan.
Bila anda memulai pagi ini dengan hati yang sendu, kalau suasana kantor terasa dingin/beku, cobalah keluar dari kamar/kantor anda. Buka jendela, atau jalan ke tempat terbuka. Rasakanlah kehangatan Kasih Allah, melalui hangatnya sinar matahari.
Dalam perjalanan menuju ke MRT, kehangatan sinar matahari pagi (atau siang) menyentuh tubuh saya. Hangatnya seakan mengusir segala sesuatu yang 'beku' di dalam hati, dan juga di otak. Sekejap saya berpikir, kapan terakhir kali kita bersyukur atas adanya matahari ? Sudahkah kita melupakan kehangatan ia, karena kita menerimanya setiap hari, tanpa perlu adanya 'harga' yang harus kita bayar?
Seketika saya terhentak. Bukankah kasih Kristus juga demikian? Ketika kita pertama kali menerima Kristus, bagaikan tanaman yang kuning (tidak pernah mendapat sinar matahari), kering, yang tiba-tiba disegarkan kembali, yang tiba-tiba mendapatkan 'hidup' yang baru. Kita senang, bersukacita dan bertumbuh. Tetapi dalam masa pertumbuhan kita, karena kesetiaan Tuhan yang terus-menerus bersinar bagaikan matahari, kita malah melupakan keberadaan KasihNya yang demikian besar.
Kasih Tuhan itu bukan Kasih yang murahan. Sama seperti matahari memerlukan bahan bakar agar bisa mengirimkan panas ke bumi, Kasih Tuhan memerlukan pengorbanan AnakNya yang tunggal. Matahari bisa habis terbakar, tetapi Kasih Tuhan tidak berkesudahan.
Bila anda memulai pagi ini dengan hati yang sendu, kalau suasana kantor terasa dingin/beku, cobalah keluar dari kamar/kantor anda. Buka jendela, atau jalan ke tempat terbuka. Rasakanlah kehangatan Kasih Allah, melalui hangatnya sinar matahari.
Labels: Morning glory
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home